Hai, Selamat Malam. Gw punya teman yang bekerja di salah satu hotel besar di kawasan Anyer, Banten.Malam ini dia akan menceritakan beberapa dari banyak pengalaman seram yang dia alami selama bekerja di tempat itu. Hotel Angker di Anyer.
Beliau akan menceritakannya secara langsung di sini, di BriiStory.
#BriiStory
#MalamJumat
Lanjut di komentar yhaaa….
***
Sekali lagi aku mendengarnya, suara troli pengangkut makanan yang sepertinya berjalan perlahan, menyusuri lorong kosong di antara pintu-pintu kamar. Rodanya berputar bergesekan dengan lantai keramik kusam, menghasilkan suara khas yang gak terlalu keras namun tetap saja tedengar jelas.
Seperti kejadian-kejadian sebelumnya, aku hanya diam mematung gak berbuat apa-apa, menunggu di dalam salah satu kamar dengan pintunya yang terbuka lebar, membuatku dapat melihat dengan jelas lorong depan kamar.
Kenapa aku hanya diam? Mematung ketakutan dan terus memperhatikan lorong panjang remang itu? Toh itu hanya troli makanan yang mungkin sedang didorong oleh rakan kerjaku, kenapa harus takut?
Tapi ketakutanku beralasan..
Di tower ini, tower Nakuma, beberapa kali aku melihat troli makanan berjalan menyusuri lorong kamar, menjadi menakutkan karena ternyata troli itu berjalan sendiri tanpa ada orang yang mendorongnya!
Troli itu bergerak sendiri..
Sama dengan malam ini, sudah nyaris jam sepuluh malam, ketika aku sedang bertugas untuk membereskan kamar-kamar yang baru saja sore tadi ditinggalkan oleh penyewanya.
Seperti yang ku bilang tadi, dari dalam kamar aku hanya diam memperhatikan lorong, mendengarkan dengan seksama suara troli yang kedengarannya semakin lama semakin dekat ke pintu kamar, tempat di mana aku berada.
Rrrrrrr, rrr, rrrrrrrrr..
Kira-kira seperti itu suaranya,
Trolinya semakin dekat dan terus mendekat, jantungku berdetak cepat.
Rrrrrrrr, rrrrrrrr,rrrrrr…
***
Sampai akhirnya troli itu muncul di depan pintu, tapi masih sebagian, aku baru dapat melihat bagian depannya saja, muncul dari arah kanan. Pada detik itu aku belum bisa melihat apakah troli berjalan sendiri atau ada orang yang mendorongnya.
Rrrr..rrrrrrr..rrrrr.
Namun, ketika baru setengah yang kelihatan, tiba-tiba troli itu berhenti, berhenti tepat di depan pintu kamar.
“Man?” Aku memberanikan diri untuk memanggil Rahman, salah satu rekan kerja yang sama-sama bertugas malam itu, aku berharap dia yang sedang mendorong troli. Namun gak ada jawaban..
Beberapa belas detik berlalu, suasana sangat hening.
Aku menahan nafas, diam gak bersuara, karena sepertinya bukan Rahman yang sedang di depan kamar.
Sementara troli tetap diam di depan pintu.
Tiba-tiba, “Rrrrrrrrr, rrrrrrrr”
Troli berjalan kembali, perlahan bergerak ke arah kiri..
Beberapa detik kemudian barulah aku dapat melihat troli itu secara utuh.
Benar dugaanku, troli memang berjalan sendiri tanpa ada orang yang mendorongnya dari belakang, bergerak perlahan menyusuri lorong kamar..
Troli-nya berjalan sendiri, bergerak sendiri..
***
Perkenalkan, aku Tono, pemuda tampan kelahiran Semarang hehe, umurku 29 tahun, bekerja sebagai karyawan di salah satu hotel besar di daerah wisata Anyer. Sudah lima tahun lebih aku bekerja di tempat ini. Hotel yang cukup tua, berdiri pada awal tahun 1990-an.
Seperti yang aku bilang tadi, hotel tempatku bekerja ini memang termasuk hotel besar, memiliki empat tower yang berdiri kokoh di dalam satu wilayah, setiap tower memiliki puluhan kamar dan apartemen untuk disewakan. Hotel juga memiliki fasilitas lengkap, ada kolam renang, fitness center, café and lounge, dan banyak lagi, pokoknya lengkap.
Berdiri persis di pinggir pantai landai berpasir putih, pantai nyaris tanpa karang.
Pokoknya kalau teman-teman sudah pernah tamasya ke Anyer, hampir pasti melewati hotel ini, karena gedungnya menjulang tinggi tepat di sisi jalan utama.
Tapi ya itu tadi, namanya juga hotel yang sudah tergolong tua, gedungnya ya sudah tua juga. Seperti gedung-gedung tua pada umumnya, hotel ini juga banyak memunculkan cerita-cerita seram di dalamnya. Aku sadar, banyak bagian hotel memang sudah harus direnovasi, salah satunya lampu-lampu banyak yang mati, menjadikan suasana menjadi remang gelap saat malam tiba.
***
Kami juga banyak membaca di internet tentang testimoni dari orang-orang yang pernah menginap di sini, kalau testimoni positif biasanya gak akan terlalu kami perhatikan, tapi kami akan sangat memperhatikan testimoni-testimoni negatif, coba mencari tahu pengalaman jelek apa yang didapatkan oleh tamu ketika menginap.
Tentu saja, yang paling menarik ketika membaca testimoni dari tamu yang pernah mengalami kejadian seram ketika menginap di sini.
Iya, kejadian seram.
Hotelku ini terkenal cukup horor, banyak cerita seram beredar di luar sana tentang keangkerannya. Banyak orang memiliki pengalaman seram ketika menginap di sini, lalu mereka menceritakannya kepada teman dan handay tolan, menjadikan hotel ini semakin terkenal sebagai hotel angker.
Hmmmm, begitulah..
Tapi memang gak bisa dipungkiri kalau hotel ini memang benar seram, ditambah dengan struktur dan desain bangunannya yang sudah tua pula.
Aku yang sudah cukup lama bekerja di sini, bersama dengan banyak rekan kerja lainnya, juga sering menemukan dan merasakan kejadian aneh dan janggal, pastinya menyeramkan.
Beberapa dari banyak kejadian seram akan aku ceritakan di sini, di Briistory.
***
Baca juga ini ya:
“Ton, tolong periksa kamar 416 Sadewi ya, katanya di bathtub-nya ada darah, serem amat. Tolong segera ya Ton.”
Jam sebelas malam, suara Pak Dewo, supervisorku, terdengar dari radio pendek di genggaman, dia menyuruh untuk memeriksa salah satu kamar di tower Sadewi.
“Ok, Pak. Meluncur.” Jawabku menyanggupi.
Ada darah di bathtub? Apa lagi ini?, begitu pikirku dalam hati.
Ini masih di tengah pekan, tamu hotel sepi, hanya segelintir kamar yang terisi. Aku bergegas menuju kamar yang dimaksud oleh Pak Dewo tadi, cukup jauh jauh perjalanan karena tadi aku sedang berada di kolam renang yang letaknya jauh dari tower Sadewi.
Kamar di lantai empat, hampir di paling ujung, sepertinya satu-satunya kamar terisi di blok ini.
Sesampainya di depan pintu, aku mengetuknya. Gak lama kemudian pintu terbuka, lalu muncul perempuan setengah baya berdiri dengan wajah ketakutan.
“Bathtub ada darahnya mas, coba tolong periksa.” Kata Ibu itu setelah mempersilakan aku masuk.
Kamar yang ibu ini tempati berbentuk seperti apartemen, terdiri dari satu kamar tidur, ruang tamu, kamar mandi besar, dapur, dan ada teras yang langsung menghadap laut.
Oh iya, di lingkungan hotel ini juga ada kamar yang berbentuk apartemen dengan berbagai ukuran. Apartemen-apartemen ini ada yang merupakan kepemilikan pribadi/umum, tapi ada juga yang memang milik pihak hotel.
Nah, ibu ini menginap di salah satu kamar berbentuk apartemen seperti yang sudah aku ceritakan tadi.
“Coba saya periksa dulu ya Bu.” Aku bilang begitu, sementara si ibu duduk di sofa depan tv, gak ikut denganku ke kamar mandi.
Dari pintu utama, aku akan melewati ruang tengah (Utama), dapur, dan kamar tidur, untuk sampai di kamar mandi.
Aku berjalan dengan mantap ke kamar mandi untuk memeriksa.
***
Dalam prosesnya, ketika hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai kamar mandi, persis di depan pintu kamar tidur, langkahku melambat. Dari sudut mata aku melihat sesuatu di dalam kamar, secara reflek aku lalu menoleh untuk melihat ada apa gerangan, bisa melihat langsung ke dalam karena pintu dalam keadaan terbuka.
Ternyata, ada satu orang perempuan lagi, dia sedang berdiri menghadap tv yang dalam keadaan mati. Perempuan itu lebih muda dari ibu yang pertama aku temui tadi, berpakaian terusan panjang berwarna gelap. Badannya bergoyang perlahan ke kanan dan ke kiri, karena ada bayi dalam gendongannya.
Dia sepertinya sedang coba menidurkan bayi tersebut, bayi yang kelihatannya sudah tidur nyenyak karena gak bersuara sama sekali.
“Ah ternyata Ibu tadi gak sendirian.” Begitu pikirkudalam hati.
Kemudian aku melanjutkan langkah menuju kamar mandi.
Sesampainya di kamar mandi, aku melihat gak ada keanehan, lampu menyala terang, lantai bersih dan kering, handuk masih terlipat rapih di rak-nya, gak ada yang aneh.
Bathtub terisi air setengahnya, airnya bening dan bersih, sama sekali gak ada darahnya. Tapi aku belum menyerah, aku akan terus mencari darah yang ibu itu maksudkan.
Tapi beberapa menit kemudian aku menyerah, karena gak menemukan darah sedikit pun.
Setelah selesai memeriksa, aku bergegas keluar kamar mandi, menuju ruang tengah di mana ibu tadi berada.
Ketika lewat depan kamar tidur sekali lagi, dan melirik ke dalamnya, aku melihat ibu yang tadi sudah berganti posisi, kali ini dia duduk di pinggir tempat tidur, menghadap pintu kamar. Beberapa saat lamanya kami bertatapan. Bersikap sopan, aku menunduk dan tersenyum dengan maksud memberikan gestur permisi. Ibu itu membalas senyumku. Kemudian aku melanjutkan langkah..
***
“Sudah saya periksa bu, kamar mandi bersih, sama sekali gak ada darah di bathtub. Airnya bening dan bersih. Ibu silakan periksa lagi,” Kataku kepada perempuan pertama, ketika aku sudah sampai di ruang tengah.
“Mas, saya tadi mau mandi, bermaksud untuk mengisi bathtub sampai penuh. Tapi tiba-tiba airnya berubah menjadi merah darah, pekat dan berbau, seram. Masak saya bohong sih mas.” Begitu kata Ibu itu dengan suara sedikit meninggi.
“Iya bu, saya sudah memeriksa seluruh sudutnya, sama sekali gak ada darah. Mari bu, silakan Ibu periksa sekali lagi.” Begitu ucapku lagi.
Lalu Ibu itu berdiri dan berjalan menuju kamar mandi, hendak memeriksa keadaannya.
Gak lama, dia kembali.
“Iya ya mas, kok bersih ya, kenapa bisa berubah? Kok aneh.” Dengan mimik keheranan dia menceritakan apa yang dilihatnya di kamar mandi.
“Ya sudah mas, terima kasih. Nanti saya hubungi lagi kalau masih ada masalah.” Begitu kata Ibu itu akhirnya, masih dengan mimik keheranan.
Lalu aku pamit meninggalkan kamar, kembali menuju ruangan tempat aku stand by.
Tapi, sesampainya aku di ruangan, ketika baru beberapa menit duduk hendak beristirahat, tiba-tiba melalui telpon pak Dewo menyuruh untuk kembali ke kamar yang tadi lagi.
“Ton, kamu yakin tadi meriksana bener?” Tanya Pak Dewo di ujung telpon.
“Bener Pak, gak ada darah sama sekali, kamar mandi bersih.”Jawabku.
“Ibu itu barusan komplen lagi, katanya ada darah lagi di bathtub-nya. Kali ini dia minta pindah unit kamar aja katanya. Kamu ke sana lagi ya, kasih kamar baru aja di lantai tiga. Kamu ambil kuncinya di resepsionis trus antar ibu itu ke kamar barunya.” Begitu kata Pak Dewo panjang lebar.
“Oke Pak, meluncur.” Jawabku mengiyakan.
Ada darah lagi? Aneh, padahal jelas-jelas tadi kamar mandinya bersih ketika aku memeriksanya. Tapi ya sudahlah, bagusnya ibu itu pindah kamar saja.
Singkatnya, setelah mengambil kunci kamar baru di resepsionis, aku lalu berjalan menuju kamar 406 di mana ibu itu berada untuk memberikan kunci dan mengantarkannya ke unit kamar yang baru.
***
Sesampainya di kamar 406, sekali lagi aku meminta maaf kepadanya atas ketidaknyamanan yang dia alami.
“Ada darah lagi mas, mengucur dari keran ketika saya berendam, merah pekat dan berbau. Ini hotel gimana sih mas, kok bisa kayak gini?” Begitu kata Ibu itu dengan wajah yang nyaris menangis.
“Sekali lagi kami mohon maaf Bu. Mari saya antar ibu ke kamar yang baru.” Begitu jawabku tanpa memberi penjelasan.
Kemudian kami keluar kamar, menuju ke kamar yang baru di lantai tiga.
Ibu itu hanya berjalan sendirian, sementara aku berjalan di belakangnya dengan membawa dua tas besar milik si Ibu.
Tapi, bukannya ada satu perempuan lagi dan bayinya?, Dalam hati aku bertanya-tanya.
Ah mungkin mereka sedang berada di luar kamar, begitu kesimpulanku.
Tapi karena rasa penasaran semakin menjadi-jadi, akhirnya aku bertanya.
“Bu, ibu yang satu lagi ke mana ya? Yang tadi di kamar sedang menggendong bayi?” Tanyaku ketika kami sedang berada di depan pintu lift.
“Mas jangan nakutin ya, jangan macem-macem mas. Saya di kamar sendirian sejak siang, suami saya sedang dinas di luar hotel. Tadi gak ada siapa-siapa di kamar selain saya.” Begitu jawaban ibu itu.
“Oh maaf bu, maaf. Mungkin saya salah kamar, karena sebelumnya saya memeriksa beberapa kamar juga.” Begitu jawabku, berbohong.
Berarti siapa yang aku lihat tadi di dalam kamar sedang menggendong bayi?
***
Malam itu lantai empat ini sangat sepi, di depan lift hanya ada kami berdua. Kami hanya berdiam diri menunggu pintu lift terbuka. Sangat hening..
Dalam proses menunggu itu, entah mengapa seperti ada yang mendorongku untuk memandang jauh ke ujung lorong sebelah kanan, tempat kamar 406 tadi berada. Lorong remang cenderung gelap karena beberapa lampunya dalam keadaan mati.
Ternyata, di ujung lorong aku melihat sesuatu, aki melihat sosok yang gak kelihatan jelas, berdiri diam sambil menggendong bayi. Sosok itu terlihat sama dengan sosok yang aki lihat di dalam kamar 406 tadi.
Aku terus memandang sosok itu, yang semakin lama semakin menyeramkan karena badannya mulai bergoyang pelan seperti layaknya ibu yang sedang menidurkan bayinya.
Sementara ibu yang sedang aku antar ke kamar yang baru ini, tetap diam menatap pintu lift.
Pintu lift gak juga kunjung terbuka, aku semakin gelisah ketakutan.
Aku semakin ketakutan, ketika melihat sosok yang sedang menggendong bayi itu terlihat mulai bergerak dari ujung lorong, berjalan perlahan mendekat ke lift tempat kami berada.
Sosok itu semakin dekat dan semakin dekat..
Semakin jelas aku melihat bentuk dan wajahnya di dalam remang cahaya lorong antara kamar.
Image by Suppadeth wongyee from Pixabay
Sangat mengerikan..
Ting..!!, Sukurlah, pintu lift akhirnya terbuka.
Buru-buru kami masuk ke dalamnya.
“Mas, antar saya ke lobby aja, saya akan menunggu suami saya pulang di situ.” Ucap ibu itu di dalam lift.
“Loh, kenapa bu?” Tanyaku penasaran.
“Seram mas, saya gak berani. Tadi saya juga melihat perempuan sedang menggendong bayi berjalan di lorong. Itu bukan orang mas, itu setan.” Kata ibu itu lagi dengan suara gemetar.
Dalam perjalanan menuju lobby, kami diam tanpa perbincangan, sama-sama ketakutan..
***
Hai, balik lagi ke gw ya, Brii.
Tenang, masih banyak kejadian seram di hotel itu yang akan ceritakan di sini, di Briistory.
Tapi sepertinya cukup sekian cerita malam ini, sampai jumpa lain waktu.
Salam,
~Brii~