Di tengah bisingnya Jakarta, terselip banyak pekerja berjibaku mencari nafkah. Sering kali harus melawan keadaan, menghadapi ketakutan karena terjebak di satu sudut kantor yang menyeramkan, jadi kisah tak terlupakan. Selepas Jam Kerja.
Dua orang teman akan bercerita pengalaman seramnya di sini, dì Briistory.
#Briistory
#MalamJumat
***
Banyak DM masuk dari teman followers menceritakan pengalaman seram yang pernah mereka alami. Salah satu topik yang banyak muncul adalah pengalaman seram di perkantoran.
Jadi, malam ini gw akan memberi ruang kepada dua teman, Seno dan Restu, untuk bercerita tentang kejadian mengerikan yang mereka alami ketika sedang bekerja di kantornya masing-masing.
Yuk kita simak, seru dan seram pastinya.
***
Seno, kantor di bilangan jalan Tendean Jakarta.
“Val, gw sholat dulu ya, lo belum mau balik kan?” Tanyaku ke Valdi yang duduk persis di depan, namun memunggungi.
“Iya, iya, masih belum beres nih,” Jawab Valdi, dengan mata tetap melihat monitor.
Ya sudah, mendengar itu aku lantas melangkah menuju lift, turun ke basement untuk sholat Isya.
Sudah jam delapan lewat, lantai lima sudah nyaris kosong, hanya tinggal aku, Valdi, dan Pak Hendro sekuriti.
Di dalam lift, aku juga sendirian, benar-benar sudah sepi.
Kantorku ya begini, jam enam sore hampir seluruh karyawan sudah bergegas pulang, kecuali yang memang masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan, seperti aku dan Valdi kali ini.
lantai lainya juga begitu, sudah sepi semua, aku tahu karena lift yang aku tumpangi langsung meluncur turun menuju basement tanpa berhenti.
Sesampainya di bawah, aku langsung menuju mushala, berwudhu lalu sholat isya. Sama juga, mushala juga sudah sepi, sama sekali gak ada orang.
Setelah selesai sholat, aku merebahkan tubuh sebentar, meluruskan tulang punggung dan melemaskan otot yang kaku karena seharian bekerja,
Gak lama, mungkin hanya setengah jam saja di mushala, sedikit lagi jam sembilan aku lalu bergegas kembali ke meja untuk menyelesaikan pekerjaan.
Sama situasinya seperti turun tadi, ketika naik pun suasananya sangat sepi, tambah semakin sepi malah.
Gerakan lift ke atas menimbulkan suara yang bila siang hari gak akan kedengaran. Tanpa hambatan, aku langsung sampai di lantai lima.
Keluar dari lift, aku berpapasan dengan Pak Hendro,
“Mas Seno, gantian saya sholat dulu sebentar ya.” Begitu katanya.
“Iya Pak, silakan.” Jawabku.
***
Kemudian aku masuk ruangan.
Ruanganku ini cukup besar dan lapang, ruang kerja untuk sekitar 30 orang. Ruang besar yang bentuknya memanjang, dipenuhi oleh meja-meja kerja dan komputer.
Ketika aku melangkah masuk, sebagian lampu sudah mati, hanya dua atau tiga lampu yang masih menyala, ruangan menjadi redup.
Aku juga melihat Valdi masih duduk di kursinya, tapi dalam posisi menunduk.
Kami berdua memang duduk di paling pojok ruangan, mejaku berjarak dua meja di belakang Valdi.
Mejaku tepat berada di depan ruang meeting, ruangan berdinding kaca, dengan begitu aku bisa melihat ke dalam dengan leluasa. Walaupun sudah gelap, tapi aku masih bisa melihat ke dalam ruang meeting dengan bantuan sedikit cahaya dari luar, dan juga pintunya terbuka pula.
“Belum beres Val?” Tanyaku ketika sedang persis lewat di samping meja Valdi yang sedang menundukkan kepala di atas kedua tangannya, di atas meja.
Valdi gak menjawab, “Ah sepertinya dia lagi istirahat sebentar,” Begitu pikirku dalam hati.
Aku lalu duduk dan kembali melanjutkan pekerjaan, gak berani menegur Valdi lagi, karena sepertinya dia kecapekan, sampai tertidur di mejanya.
Setelah itu aku benar-benar larut, konsentrasi dan fokus menyelesaikan laporan yang harus diserahkan besok pagi.
Kemudian, sekitar jam setengah 10, konsentrasiku pecah ketika tiba-tiba terdengar suara pintu lift terbuka, “Ting”.
Gak lama, muncul Pak Hendro di pintu ujung ruangan. “Aman Mas Seno?”
“Ah Pak Hendro, kirain siapa Pak. Aman Pak, aman.” Jawabku.
“Mas, saya ke pos bawah dulu sebentar ya. Nanti balik lagi, hehe” Ucapnya.
“Ok Pak, kami sebentar lagi pulang kok.” Jawabku lagi.
Percakapan selesai, lalu Pak Hendro masuk lift dan turun menuju basement.
Kembali aku dan Valdi sendirian di lantai ini. Eh Cuma aku sendirian deng, karena sejak tadi Valdi tertidur di mejanya.
Ya sudah, aku lanjut kerja.
***
Gak kerasa sudah jam 10 lewat, sudah larut, tapi untunglah pekerjaanku sudah selesai semua. Setelah meregangkan badan sebentar, aku mulai membereskan meja dan barang-barangku, bersiap untuk pulang.
Sementara itu Valdi masih saja tidur di mejanya.
“Val, balik yuk ah, gw udah beres nih.” Aku coba membangunkannya.
Tapi Valdi tetap bergeming, gak bergerak, sepertinya nyenyak sekali tidurnya. Ya sudah, aku lanjut beberes, berniat akan membangunkan Valdi nanti setelahnya.
Setelah selesai beberes, ketika baru berniat untuk berdiri lalu mendekati Valdi, tiba-tiba ponselku berbunyi, ada pesan whatsapp masuk. Tentu saja aku lebih memilih untuk membuka ponselku dulu sebelum pergi meninggalkan meja.
Benar, ada pesan masuk, lalu aku membacanya.
Kemudian aku terdiam..
Termenung sebentar, coba mencerna pesan whatsapp yang baru saja selesai aku baca.
Jantung mulai berdegup kencang, aku terdiam duduk bersandar, bingung harus berbuat apa.
Pesan whatsapp itu ternyata dikirim oleh Valdi, isi pesannya adalah:
“Bro, lo masih di kantor kan? komputer gw udah mati belom sih? tadi gw buru-buru banget pulangnya, sampe lupa udah matiin komputer apa belum, Hehe. Kalo masih hidup tolong matiin ya bro, hehe.”
Begitu isi pesan Whatsapp Valdi..
Sambil tangan gemetaran, aku lantas menjawab pesan whatsapp itu.
“Komputer lo monitornya udah mati sih Val. Emang lo cabut kapan si? Kok gw gak tahu?” Tanyaku.
“Gw balik pas lo ke sholat tadi, bini gw nelpon nyuruh pulang cepetan. Kenapa emang bro?”
Aku gak menjawab lagi, lalu perlahan memasukkan ponsel ke dalam tas.
Ternyata Valdi sudah pulang, meninggalkan kantor sejak jam delapan. Lantas siapa yang duduk menunduk di mejanya sejak tadi?
Laki-laki mengenakan kemeja putih, posisi menunduk tertidur di meja Valdi.
Di tengah kekalutan, tiba-tiba terdengar lagi suara lift terbuka, “Ting”.
***
Tunggu, udah baca ini belum:
Aku menatap pintu ruangan di kejauhan, siapa yang datang? Pak Hendrokah? semoga benar dia.
Beberapa belas detik setelah suara lift, akhirnya aku melihat sosok yang sepertinya baru saja keluar dari dalam lift.
Langkah mereka perlahan, masuk ke ruangan tempatku berada.
Mereka? Iya, mereka, jadi bukan hanya satu orang, tapi ada beberapa.
Aku yang berada di paling sudut belakang ruangan hanya bisa diam sambil terus memperhatikan, siapakah mereka yang sedang melangkah masuk ruangan?
Setelah aku perhatikan lebih seksama lagi, ternyata mereka tiga orang, dua laki-laki dan satu perempuan. Semuanya berpakaian layaknya pekerja kantoran, yang laki-laki mengenakan kemeja putih dan berdasi, sedangkan yang perempuan mengenakan jas wanita berwarna gelap.
Aku masih belum bisa melihat wajah mereka dengan jelas, karena lampu ruangan sudah redup. Tapi satu yang pasti, mereka berjalan ke arahku, menuju ke mejaku.
Langkah mereka sangat pelan, berjalan terus mendekat.
Aku sama sekali gak bisa berbuat apa-apa, karena kalau pun mau melarikan diri ke luar ruangan aku harus melewati mereka, harus berpapasan dengan sosok-sosok misterius itu, sosok yang aku sangat yakin kalau bukan manusia.
Benar, ketika sudah mendekat dan makin mendekat lagi, akhirnya aku dapat melihat wajah mereka satu persatu. Laki-laki yang berjalan paling depan terlihat berumur sekitar 50 tahun, berkumis, dengan rambut nyaris tertutup uban semuanya. Laki-laki kedua lebih muda, perawakannya lebih kurus. Sedangkan yang perempuan, rambut panjang berwarna gelap.
Namun, aku melihat ada kesamaan di antara mereka bertiga, mereka tersenyum di atas wajah pucatnya, wajah-wajah yang aku sama sekali gak mengenalinya.
Sangat mengerikan..
***
Masih ingat sosok laki-laki yang sejak tadi duduk menunduk di meja Valdi kan?, Tiba-tiba dia bangun dari tidurnya lalu berdiri, ketika tiga sosok yang baru masuk ruangan sudah tepat berada samping meja Valdi.
Akhirnya mereka berempat sangat dekat dengan mejaku, sangat dekat.
Mereka diam sebentar di samping meja Valdi, sebelum kemudian melanjutkan langkah menuju mejaku.
Senyum masih terus mengembang di wajah, langkah pelan juga masih mereka lakukan.
Aku ketakutan, jantung berdetak kencang, duduk bersandar di kursi, gak tahu harus berbuat apa ketika akhirnya mereka sudah benar-benar sudah berada di sampingku, di dekatku.
Tapi untunglah, ternyata mereka gak berhenti, tapi terus melangkah ke belakang, menuju ruang meeting.
Aku terus memperhatikan, sampai akhirnya mereka masuk ruang meeting yang sudah dalam keadaan gelap.
Beberapa detik kemudian aku baru tersadar kalau inilah saat yang tepat untuk meninggalkan ruangan. Sontak aku meraih tas lalu langsung bergegas melangkahkan kaki, meninggalkan meja menuju pintu keluar.
Belum juga sampai pintu, tapi rasa penasaran masih memenuhi isi kepala, lalu aku menoleh ke belakang, ke ruang meeting, ternyata ruang meeting kosong, sosok-sosok hantu itu gak kelihatan sama sekali.
Semakin cepat aku melangkah keluar ruangan, menuju lift, turun ke lantai dasar.
Selesai.
Di basement, aku bertemu dengan Pak Hendro.
“Iya Mas, Valdi kan sudah pulang pas tadi Mas Seno turun sholat. Makanya saya bingung, kok tumben-tumbenan Mas Seno mau kerja sendirian sampe malam, hehe.”
Begitu kata Pak Hendro ketika aku menanyakan tentang Valdi.
Setelah kejadian itu, aku gak pernah mau lagi lembur sampai malam sendirian.
***
Aku Restu, wanita pekerja yang berkantor di wilayah Menteng, gak jauh dari taman Menteng.
Aku bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi ini sejak tahun 2013.
Kantorku gak berbentuk gedung bertingkat seperti perkantoran pada umumnya, tapi rumah besar dua lantai dan memiliki basement sebagai tempat parkir. Walaupun bentuknya rumah, tapi termasuk bangunan yang sangat besar, luas tanahnya juga besar. Ada dua bangunan utama sebagai kantor, dua-duanya berukuran besar, dua-duanya terdiri dari dua lantai, tapi hanya bangunan pertama yang memiliki basement.
Bangunan pertama sudah berbentuk bangunan modern, sudah dipugar, sedangkan bangunan kedua masih berbentuk gedung tua, tapi masih kelihatan kokoh. Bangunan kedua ini agak menyeramkan.
Ruanganku berada di bangunan pertama, bangunan utama. Nah, apa bila harus menuju ke bangunan dua, kami harus berjalan kaki dulu melalui basement, menyusurinya dari ujung depan sampai ujung belakang, baru kemudian naik tangga untuk menuju gedung dua. Cukup jauh jalan yang harus ditempuh, dan juga cukup seram.
Oh iya, aku paling malas kalau harus mengunjungi ruang accounting, kenapa?
Yang pertama, ruang accounting berada di gedung kedua, dan paling ujung pula. Untuk ke sana, aku harus melewati basement gedung satu kemudian di gedung dua harus melewati lorong bawah yang di atasnya ada gudang. Lorong ini sudah cukup menakutkan walaupun hari masih siang.
Kedua, menuju ruang accounting ini harus melewati banyak ruang kosong, seperti gudang yang jarang dibuka pintunya, agak menakutkan.
***
Begitulah..
Waktu awal-awal kerja, aku sering kali mendengar cerita dari teman kantor mengenai keangkeran gedung kantor ini.
Bermacam cerita, ada yang menurutku biasa aja, ada yang sangat menyeramkan juga.
Tapi, setelah aku coba simpulkan, ternyata ada benang merah di semua cerita dari teman-temanku itu, ada satu kesamaan dari yang mereka ceritakan.
Nyaris semuanya pernah melihat atau minimal merasakan kehadiran sosok perempuan berambut panjang, namun warna pakaiannya berubah-ubah, kadang merah, kadang putih, ada juga beberapa teman yang pernah melihat sosok ini sedang mengenakan topi khas perawat di kepalanya.
Perawat?, iya perawat.
Waktu itu, setelah hampir satu tahun bekerja, sama sekali aku belum pernah merasakan hal-hal seram seperti yang dialami oleh beberapa teman, apalagi sosok hantu perawat perempuan, belum pernah.
Sampai akhirnya, seiring berjalannya waktu, dan load pekerjaanku semakin banyak, aku jadi sering kali harus kerja lembur sampai malam, atau malah harus datang pagi-pagi sekali sampai kantor.
Iya, akhirnya aku merasakan dan mengalami semuanya, kejadian seram di kantorku di bilangan Menteng.
***
Aku lupa waktu itu hari apa, tapi ingat sekali kalau jam 6 pagi aku sudah sampai di kantor, sudah duduk di mejaku di lantai dua gedung satu.
Kenapa masih pagi banget sudah di kantor? Karena aku harus mempersiapkan barang yang akan dibawa kurir untuk diantarkan ke beberapa kantor cabang. Setelah sudah satu tahun bekerja, Ini menjadi kegiatan rutinku beberapa kali dalam satu minggu.
Memang, ada sekuriti 24 jam yang menjaga kantor, tapi mereka gak bisa menemaniku di lantai dua, karena harus stand by di pos jaga gerbang kantor.
Maka dari itulah, jam enam pagi itu aku benar-benar sendirian di dalam gedung satu.
Office boy/girl ke mana? mereka baru akan datang jam tujuh.
***
“Pagi Pak.” Ucapku ke Pak Oji yang sedang berjaga di pos sekuriti depan.
“Pagi Mba Restu. waaahhh pagi amat nih tumben.” Begitu kata Pak Oji.
Setelah melewati pos sekuriti, lalu aku melangkahkan kaki menuju pintu utama.
Di dalam, tentu saja lobby masih kosong, belum ada siapa-siapa. Setelahnya aku melangkah menuju tangga ke lantai dua.
Dalam perjalanan menuju tangga, aku harus melewati lorong panjang yang kanan kirinya ada ruang kerja staf lantai satu, ruangannya luas berdinding kaca sehingga aku dapat melihat ke dalamnya dengan jelas.
Di paling ujung lorong, di belakang, tempat di mana toilet dan gudang berada, tapi belum sampai ujung lorong aku sudah harus naik tangga ke lantai dua, menuju meja kerjaku.
Image by Hands off my tags! Michael Gaida from Pixabay
Tapi nanti aku juga harus kembali turun ke lantai satu, ada yang harus aku lakukan di gudang utama.
Sepi, suasana gedung satu ini sangat sepi, hanya suara langkah kakiku saja yang terdengar. Setiap sudut yang lewati hanya dengung kosong, sekat suara benar-benar hanya berisi desis hening.
Belum, aku gak belum merasakan keanehan apa-apa, di kepalaku hanya berputar memikirkan pekerjaan yang harus aku lakukan ketika sudah sampai di meja.
Setelah selesai menaiki tangga, aku sampai di lantai dua. Sama, lantai dua juga sangat sepi, hanya beberapa lampu saja yang dibiarkan menyala, aku gak ada waktu untuk menyalakan semua lampu, lantas membiarkan saja semua seperti itu.
Singkatnya, setelah berada di meja, aku langsung mengerjakan penkerjaan. Tapi, ternyata hanya sekitar 15 menit saja duduk di depan komputer, setelah itu aku harus turun ke lantai satu, menuju gudang.
Lantai dua masih kosong melompong ketika memperhatikan sekitar, lantas aku langsung melangkah ke luar ruangan menuju tangga.
Lagi-lagi hanya suara langkah kakiku saja yang kedengaran, gak ada suara lain.
Tapi, sebentar, sepertinya aku mendengar sesuatu.
***
Ketika sudah dekat tangga, ternyata aku mendengar suara langkah kaki, dapat kupastikan kalau itu bukan suara kakiku, langkah kaki yang sepertinya sedang menuruni tangga menuju lantai satu.
Tak, tak, tak, tak..
Begitu suaranya.
Aku langsung mempercepat langkah, coba mengejar sang empunya langkah kaki di depanku itu.
“Mba Juni?” Aku memanggil nama salah satu office girl, aku pikir bisa saja itu suara sepatu Mba Juni.
Tapi gak ada jawaban.
Lalu aku melangkah menuruni tangga, sementara suara langkah kaki di depan masih saja kedengaran.
Akhirnya, aku sampai juga di ujung tangga di bawah, di lantai satu. Persis di depan tangga ada lorong panjang, ke kanan menuju gudang dan toilet, ke kiri menuju lobby dan pintu utama.
Sempat beberapa detik aku memperhatikan lorong itu, ke kanan dan ke kiri, kosong sama sekali gak ada siapa-siapa, suara langkah kaki yang tadi pun gak kedengaran lagi.
Ya sudah, aku lalu melangkah menuju gudangdi belakang.
Panjang lorong yang harus aku tempuh untuk sampai gudang sekitar 20-25 meter, cukup jauh, tapi mau gak mau harus menyusuri juga lorong gelap itu.
Sesampainya di ujung, aku berbelok ke kiri, letak di mana gudang berada. Pintu gudang masih tertutup dan terkunci, lalu aku membukanya.
Setelah sudah berada di dalam, aku menyalakan lampu kemudian menuju meja komputer, aku akan memeriksa ketersediaan barang di komputer itu.
Posisi komputer menghadap pintu keluar, di sebelah pintu keluar ada lemari besar yang bagian depannya terbuat dari kaca. Di belakang meja komputer ada banyak rak yang berjejer, sebagai tempat barang-barang penjualan.
Gak mau membuang waktu, aku langsung menyalakan komputer dan langsung bekerja.
***
Nah, di saat inilah perasaanku mulai gak enak, karena kembali teringat dengan suara langkah kaki yang terdengar di tangga tadi, itu langkah kaki siapa sebenarnya?
Selain itu, suasana di dalam gudang besar ini juga sungguh gak nyaman, dingin dan kosong, aku sendirian di dalam ruang besar ini, aku sendirian di dalam gedung besar ini.
Sendirian? Benarkah?
Perasaan semakin gak enak, karena merasa kalau sepertinya aku gak sendirian. Tapi walaupun begitu, aku masih coba untuk gak menghiraukan perasaan itu, aku lanjut menyelesaikan pekerjaan.
Sampai akhirnya, aku gak bisa menyangkal perasaanku lagi, ketika aku melihat sesuatu..
Ada yang menarik perhatianku,
Kalau aku perhatikan, ada sesuatu di lemari kaca besar yang ada di hadapan.
Dari lemari kaca ini aku dapat melihat barisan rak besar yang ada di persis di belakang aku duduk, kenapa bisa begitu? Karena kaca yang ada di lemari dapat memantulkan pemandangan di belakang.
Aku gak perlu menoleh, dari pantulan lemari kaca aku dapat melihat kalau ternyata ada sosok yang sedang berdiri memperhatikan.
Iya, di antara rak-rak besar itu ada sosok perempuan bergaun merah sedang berdiri diam menghadap ke tempat aku duduk. Gak terlalu jelas kelihatan, tapi dari pantulan lemari kaca aku dapat melihat posturnya, bahkan wajahnya, karena memang jarak kami sepertinya dekat, dia mungkin hanya berjarak beberapa meter di belakang.
Aku terdiam beberapa belas detik, coba mencerna peristiwa yang sedang berlangsung. Sampai akhirnya tersadar kalau aku sama sekali gak mengenal sosok perempuan itu.
Aku terus menatap lemari kaca, sampai akhirnya sosok itu mulai bergerak, perlahan dia memiringkan kepalanya, lalu tersenyum.
***
Melihat itu semua, aku langsung bangun dari duduk dan bergegas melangkahkan kaki menuju pintu keluar gudang, sama sekali gak berani menoleh ke belakang.
Setelah sudah berada di luar, lantas aku menyusuri lorong panjang menuju lobby depan. Di lorong panjang inilah, entah apa yang ada dipikiran, aku menoleh ke belakang.
Di ujung lorong, persis di depan pintu gudang, aku melihat kalau ternyata perempuan bergaun merah sudah berdiri di situ, berdiri sambil tersenyum terus memperhatikan aku.
Semakin cepat saja aku melangkah, sampai nyaris berlari, ketakutan.
Setelah berhasil sampai luar kantor, aku mengatur nafas sambil duduk di teras depan, menenangkan diri dan pikiran.
Beberapa saat kemudian, satu persatu teman karyawan lain berdatangan. Ketika sudah ramai, aku baru berani untuk masuk kembali untuk melanjutkan pekerjaan.
Itulah pengalaman pertamaku melihat sosok hantu bergaun merah. Selanjutnya, banyak kejadian menyeramkan yang aku dan teman-teman lain alami. Yang paling menakutkan adalah kejadian-kejadian seram yang terjadi di gedung dua.
Aku akan lanjutkan ceritanya minggu depan ya.
***
Hai, balik lagi ke gw ya Brii.
Udahan dulu buat malam ini ya, Tetap jaga kesehatan dan perasaan.
Met bobok, semoga mimpi indah.
Salam,
~Brii~